RAHASIA TERPENDAM


Hingga akhirnya tiba masanya aku mengalami kontraksi, ibu mertuaku dan juga ibuku lah yang datang untuk menemaniku. Rumah orangtuaku memang hanya berjarak sekitar 5 km dari rumah ibu mertuaku. Ibuku dan ibu mertuaku pun memang sudah saling mengenal sejak lama. Menurut ibu, mereka dulu bertetangga kontrakan pada saat masing-masing belum memiliki rumah pribadi dan masih sama-sama mengontrak. Pada saat itu, kami semua masih bocah, bahkan adikku Nilam masih bayi.

Lalu kemudian orangtuaku pindah setelah membeli perumahan sederhana mengingat ayahku hanya seorang guru berpangkat rendah, sedangkan ibuku sehari-hari membantu mencari tambahan dengan menjual kue-kue basah. Rupanya hubungan silaturahmi ibuku dan ibu mertuaku tak berhenti setelah itu. Ibu mertuaku masih sering datang ke rumah kamu dan membeli kue-kue dagangan ibu. Itu terus berlanjut hingga akhirnya pada saat Mas Farhan dan Fahry beranjak remaja, mereka berdua lah yang akhirnya sering disuruh oleh Bu Siti, ibu mertuaku untuk datang ke rumah mengambil kue-kue pesanannya.

Maka dari sana lah awalnya aku mengenal keduanya, meski tak pernah sekalipun berkomunikasi dengan mereka berdua selain untuk urusan pemesanan atau pun pengambilan kue.

Aku kembali merintih saat gelombang kontraksi itu kembali datang menyerang. Dengan tangan yang sudah dingin kuremas tangan ibu dan ibu mertuaku kuat-kuat sambil terus membaca istighfar. Saat ini, aku memang sudah berada di ruang persalinan di salah satu praktek bidan di dekat rumah kami.

Kesakitan dan kontraksi yang kurasakan membuat ingatanku melayang pada Mas Farhan. Sewaktu hamil dulu, ia lah yang selalu menemaniku memeriksakan kehamilanku ke tempat ini. Ia juga sering kali mengatakan jika ia ingin aku melahirkan di bidan praktek saja, agar ia bisa menemaniku dari awal prosesnya hingga bayi kami lahir. Setiap hari sebelum tidur atau sepulangnya dari Masjid setelah salat wajib, Mas Farhan akan mengelus-elus perutku, mendoakan agar aku diberi kemudahan dan bisa melahirkan secara normal.

“Mas sangat berharap kamu bisa lahiran normal nantinya, Dik. Mas berjanji akan menemanimu menjalani prosesnya hingga bayi kita lahir.” Itu yang selalu diucapkannya, sekaligus menjadi harapan yang tak sempat diwujudkannya.

Air mataku selalu saja menetes jika mengingat Mas Farhan. Dari hatiku yang paling dalam sejujurnya aku pun sangat mendambakan bisa melalui proses ini dengannya, dengan belaiannya menenangkanku ketika kontraksi itu datang, dengan kalimat-kalimatnya yang selalu menyemangatiku, dengan bacaan-bacaan doa bagiku dan juga bayi kami yang selama ini selalu dilangitkannya.

Namun, takdir berkata lain. Aku akhirnya melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik dan montok setelah beberapa jam berjuang di ruang persalinan dengan ditemani ibuku dan ibu mertuaku, serta bayangan Mas Farhan yang terus menerus berusaha kuhadirkan dalam ingatanku.

Ibu dan ibu mertuaku terlihat sama-sama terharu ketika mereka menggendong bayi perempuan yang baru saja kulahirkan. Bayiku memang merupakan cucu pertama, baik di keluargaku maupun di keluarga Mas Farhan. Aku pun tak kuasa meneteskan air mata bahagia, akhirnya aku bisa melalui semua ini.

‘Lihatlah, Mas. Putri kita telah lahir. Anak perempuan yang cantik, persis seperti keinginanmu,’ ucapku dalam hati.

Lagi-lagi aku meneteskan air mata. Dulu, Mas Farhan selalu penasaran saat aku menjalani pemeriksaan USG, dia selalu penasaran ingin mengetahui jenis kelamin anak kami. Sayangnya, hingga kepergiannya menghadap Sang Pencipta, Mas Farhan belum mengetahui jenis kelamin bayinya, karena saat itu usian kenadunganku baru menginjak bulan ke-lima, dan pada saat pemeriksaan USG selalu saja belum bisa terlihat karena posisi bayi kami selalu tak menampakkan jenis kelaminnya.

“Kamu sengaja bikin ayah penasaran, ya, Nak?” bisik Mas Farhan saat terakhir kali ia menemaniku menjalani USG. Aku hanya terkekeh melihat wajahnya yang seolah kesal karena belum bisa mengetahui jenis kelamin si jabang bayi.

“Aku ingin sekali punya anak perempuan, Dik,” ucapnya lagi di lain waktu. Aku hanya tersenyum.

Bukan tanpa sebab Mas Farhan sangat menginginkan anak perempuan. Itu karena ia tak punya saudara perempuan. Berbanding terbalik denganku yang tak memiliki saudara laki-laki.

“Kalau bayinya laki-laki gimana, Mas?” tanyaku saat itu.

“Ya enggak gimana-gimana, Dik. Sebenarnya laki-laki atau perempuan sama saja, enggak ada bedanya. Kalau anak ini laki-laki, nanti kita bikin lagi yang perempuan. Aku mau punya banyak anak darimu, Dik.”

Lalu kami berdua tertawa. Sesederhana itu kehidupan dan kebahagiaanku dengannya. Kesederhanaan yang membuat hatiku begitu kosong setelah kepergiannya. Kesahajaan yang menghadirkan nelangsa setelah ia tak lagi menghiasi hari-hariku.

“Selamat, ya, Mbak Tania. Bayi Mas Farhan cantik seperti ibunya.” Suara Fahry membuyarkan lamunanku.

“Terima kasih, ya, Ry,” jawabku.

“Tak perlu berterima kasih, Mbak. Itu sudah kewajibanku, menggantikan semua tugas Mas Farhan, terutama menjaga Mbak Tania dan bayi kalian.”

Ya, Fahry ternyata juga ada si sini selama aku bejuang berjam-jam melahirkan bayiku. Menurut ibu, ia menunggu di ruang tunggu depan. Fahry baru masuk ke dalam ruangan setelah tubuhku selesai dibersihkan. Fahry pula lah yang melantunkan azan dengan khidmat pada bayiku. Aku, ibu, dan ibu mertuaku pun meneteskan air mata haru tadi disaat Fahry menggendong bayiku dan melantunkan azan, menggantikan tugas Mas Farhan.

“Sudah punya nama buat bayinya, Mbak?” tanyanya lagi.

Aku mengangguk. Mas Farhan memang sudah menyiapkan nama untuk bayinya sebelum ia pergi.

“Khanza Azzahra. Itu nama yang sudah disiapkan Mas Farhan untuk putrinya.”

“Wah nama yang bagus, Mbak. Tapi Mas Farhan memang seolah yakin banget ya kalau anaknya perempuan. Mas Farhan memang selalu punya feeling yang kuat, terutama menyangkut orang-orang yang disayanginya.” Fahry terkekeh. Namun aku justru kembali merasakan kekosongan.

Orang-orang yang disayanginya? Ya, kami semua memang orang-orang yang disayangi Mas Farhan. Kasih sayangnya seluas lautan, sehingga menyisakan lara yang menyiksa ketika sosok penyayang itu pergi.

“Maaf sudah bikin Mbak Tania sedih lagi.”

“Enggak apa-apa, Ry.”

“Mbak kangen Mas Farhan?”

Aku mengangguk sendu.

“Tak adakah sosok lain yang bisa menggantikan Mas Farhan di hati Mbak Tania?”

“Apa maksud kamu, Ry?”

“Mbak Tania butuh pendamping hidup, Mbak. Khanza juga butuh sosok seorang ayah.”

Fahry menatapku dalam-dalam.

“Mbak belum kepikiran ke arah sana, Ry,” jawabku. “Lagian Mbak juga baru saja lahiran, saat ini yang Mbak inginkan hanyalah segera puluh kembali dan merawat Khanza bersama ibu,” lanjutku.

Fahry masih menatapku tajam. Tatapan yang tiba-tiba saja mengingatkanku tentang diriku di masa lalu. Ya, aku punya satu rahasia tentang Mas Farhan dan Fahry di masa lalu. Rahasia yang hanya adikku Nilam yang mengetahuinya. Namun tatapan mata Fahry padaku membuatku kembali mengingat rahasia yang sudah lama kukubur di dasar hatiku itu.

💦Bersambung💦

Masih ada @100 koin gratis di bab ini untuk 2 komentar terpilih ya. Yuk ditunggu komentarnya😊

Bab
Sinopsis
1
SINOPSIS
2
PEDIHNYA KEHILANGAN
3
SEPARUH JIWAKU PERGI
4
SEMUA KEINDAHAN ITU TEL...
5
SELERA YANG SAMA?
6
RAHASIA TERPENDAM
7
SELAMAT MENGASIHI
8
DI SUDUT KOLAM RENANG
9
SESEORANG DARI MASA LAL...
10
AKU KANGEN
11
RONA BAHAGIA
12
ADA YANG ANEH
no_image
13
TAS BRANDED BERWARNA HI...
no_image
14
TAK SEDANG BAIK-BAIK SA...
no_image
15
MATA TAK BISA BOHONG
no_image
16
ADEGAN ROMANTIS
no_image
17
HANYA TERBAWA SUASANA
no_image
18
TAK BISA HIDUP TANPAMU
no_image
19
BAGAIMANA CARAKU MENGHA...
no_image
20
AKU, TANPAMU
no_image
21
HARUS PERCAYA YANG MANA...
no_image
22
TEMPAT CURHAT
no_image
23
MY LOVE
no_image
24
TROUBLE
no_image
25
INI HANYA SALAH PAHAM
no_image
26
JANGAN MENCARI TAHU
no_image
27
SATU ALASAN UNTUK BERTA...
no_image
28
AKU PERGI
no_image
29
LUKA DI ATAS LUKA
no_image
30
AKU TANPAMU
no_image
31
LELAKI DARI BALIK KABUT
no_image
32
TOLONG AKU
no_image
33
AURA KECERDASAN
no_image
34
SERANGAN MENTAL
no_image
35
TAK PERNAH MENGINGKARI...
no_image
36
PENYESUAIAN DIRI
no_image
37
BUKU AGENDA
no_image
38
KOMITMEN YANG TERKOYAK
no_image
39
DIA BUKAN AYAHMU
no_image
40
BANYAK YANG INGIN KUJEL...
no_image
41
AKU CEMBURU
no_image
42
HARAPAN KOSONG
no_image
43
TAK PANTAS MEMINTA MAAF
no_image
44
DIA DI MANA?
no_image
45
UNTUK APA DIA KE SANA?
no_image
46
KECEWA
no_image
47
BAGAIMANA KEADAANMU
no_image
48
DENDAM
no_image
49
BUNDANYA DIAPAIN?
no_image
50
DI SINI AJA
no_image
51
ANCAMAN TANIA
no_image
52
ES KRIM
no_image
53
DIA PENYAYANG ANAK-ANAK
no_image
54
AKU TULUS MENYAYANGINYA
no_image
55
MASIH BERHARAP
no_image
56
BELUM PUAS
no_image
57
DIA AYAHMU
no_image
58
KOSONG DAN GELAP
no_image
59
DI PARKIRAN BASEMENT
no_image
60
KEJUTAN UNTUKMU
no_image
61
AKU TAKUT HATIKU TAK SA...
no_image
62
TAK SANGGUP TANPANYA
no_image
63
CEMBURU
no_image
64
BAYI TAK BERNASAB
no_image
65
APA YANG TERJADI?
no_image
66
JANGAN TINGGALKAN AKU
no_image
67
BANGUNLAH!
no_image
68
ELEGI RINDU (End Season...
no_image
69
PERASAAN APA INI? (SEAS...
no_image
70
SENTUHAN TAK SENGAJA (S...
no_image
71
HIDUPKU TANPAMU (SEASON...
no_image
72
PEMANDANGAN PAGI (SEASO...
no_image
73
PENOLAKAN (SEASON 2)
no_image
74
WANITA GILA
no_image
75
MANIS SEKALI
no_image
76
MAMA DI SINI
no_image
77
KEINDAHAN SEKALIGUS KEP...
no_image
78
FANTASI
no_image
79
JANGAN TINGGALKAN AKU D...
no_image
80
BERADA DI SURGA (END)
no_image