#BERCAK_DARAH_DI_SPREI_KAMARKU
#2
"Mas ... Amanda sama Doni itu pacaran udah lama ya?" tanyaku ketika malam tiba.
Perasaan curiga dan prasangka buruk dalam hatiku membuat aku mengurungkan niat untuk pergi ke acara keluarga malam ini.
Tanpa diduga, Mas Reyhan juga tidak jadi lembur jadi, aku bisa menghabiskan banyak waktu dengannya malam ini.
"Kenapa emangnya?"
Alih-alih menjawab, Mas Reyhan malah bertanya balik padaku. Meski matanya tetap fokus pada layar ponsel, aku bisa melihat ekspresi wajahnya berubah saat aku menanyakan tentang Amanda.
"Ya ga apa-apa, mereka kayak udah gak canggung aja keliatannya," cetusku.
Mas Reyhan mematikan layar ponselnya kemudian menatapku.
"Gak usah terlalu urusin hidup orang Dek, gak baik!" sentaknya.
Aku tak mengerti, apa yang salah dengan pertanyaanku. Apakah pertanyaanku memang terlalu kasar? aku pikir tidak, tapi mengapa Mas Reyhan nampak kesal saat aku menanyakan hubungan Amanda dengan Doni?
"Kamu kenapa sih Mas? cemburu?" sindirku.
Entah mengapa, aku semakin merasa Mas Reyhan sangat mencurigakan dan tak salah lagi jika aku mengira jika ia memiliki hubungan spesial dengan Amanda.
"Kamu gak usah mancing emosi aku lah," ketusnya.
"Aku cuma nanya lho Mas, mereka hubungan udah lama? terus apa yang salah dari pertanyaan aku?" sentakku.
Mas Reyhan menatap tajam ke arahku, ia seakan tak terima dengan ucapanku. Alih-alih menjawab ia malah masuk ke dalam kamar.
Tak berapa lama, ia keluar lagi dengan pakaian rapi.
"Mau kemana Mas?" tanyaku.
Mas Reyhan tak menjawab, ia hanya sibuk mencari kunci mobil yang sering ia lupakan dimana meletakkan nya.
"Mas, aku ngomong sama kamu lho!" bentakku.
"Minggir! gak butuh aku istri bawel macam kamu!" bentaknya.
Entah mengapa, hati ini begitu sakit ketika ia mengatakan hal itu. Entah apa salahku? apa aku memang terlalu ikut campur urusannya?
Namun, aku semakin tak bisa membendung prasangka buruk dalam hati ini.
Aku biarkan Mas Reyhan pergi dari rumah. Biar, aku akan melihat seberapa kuat ia bisa hidup tanpa aku.
"Pergi saja, pergi!" usirku ketika mobil Mas Reyhan mulai menjauh dari pekarangan rumahku.
Aku rasa, ia terlalu menunjukan bahwa apa yang ia lakukan memang sudah diluar batas wajar. Jika memang ia tak melakukan kesalahan, seharusnya ia bersikap jauh lebih santai. Namun, sikapnya saat ini menunjukan jika ia memang tengah menyembunyikan sesuatu.
Aku berusaha memejamkan mata, akan tetapi mata tak mau juga berkompromi dan tetap terjaga sepanjang malam.
Pikiran tentang apa yang tengah Mas Reyhan lakukan seolah tak mampu pergi dari otakku.
Kemana ia pergi? sedang apa? sebenci apapun aku padanya, ia tetap suamiku. Apalagi aku belum menemukan bukti apapun tentang kemungkinan Mas Reyhan selingkuh.
Bisa saja, Mas Reyhan tengah mengalami hal yang berat di kantor. Atau mungkin memang banyak hal yang mengganggu pikirannya.
Aah, seharunya aku bisa menahan diri dan lebih lembut menghadapinya.
[Mas, maaf ... pulanglah!]
Satu pesan aku kirim ke nomor suamiku, beberapa saat menunggu ia membalasnya dan ia berkata ingin menenangkan pikiran terlebih dahulu.
Sudahlah, yang terpenting ia sudah memaafkan sikapku malam ini. Mungkin aku harus lebih berhati-hati dalam menyelidiki kecurigaan ku saat ini.
Jangan gegabah, itulah kunci supaya aku bisa melihat apa sebenarnya yang sedang Mas Reyhan sembunyikan.