Prolog
Lintang memacu motor maticnya dengan kecepatan tinggi. Tak dirasa perih yang menusuk kedua mata karena derasnya air hujan. Pegangan pada setang motor menguat, seolah ingin menyalurkan sakit yang merobek dada. Dia terluka, air matanya jatuh berderai berbaur dengan hujan.

Terngiang kata-kata sang suami, yang seperti godam besi menghantam jiwa. Dia hancur total, tidak hanya raga, tetapi juga hatinya. Perihnya bekas tamparan Arsen--sang suami--tak seperih fakta yang dia lihat sendiri.

Suami tercinta berkhianat dengan seseorang yang sangat dia percaya. Wanita yang telah dia selamatkan dari kemiskinan dan nista, wanita yang dia pungut dari jalan, dan dia beri sebuah hubungan bergelar adik, meski tiada ikatan darah. Siapa sangka, wanita itulah yang menjadi duri dalam daging. Tanpa perasaan menusuknya dari belakang.

Namun, yang lebih meyakitkan ... sang suami membalas perasaan wanita tersebut. Sampai hati menodai kepercayaan yang dia tanam begitu dalam, bahkan perselingkuhan itu terjadi sudah sangat lama. Dia seperti orang bodoh, menceritakan kebaikan sang suami kepada wanita tersebut, memuji setinggi langit padahal keduanya tengah menertawakan kenaifannya.

Lintang tertawa sumbang, menggeleng tak percaya dengan jalan hidupnya yang berliku, penuh onak tajam, dan dibumbui rasa getir. Berkali-kali cobaan dari Yang Kuasa mampu dilaluinya dengan tabah, hanya karna Arsen berada di sisinya. Pria itu adalah penguat sekaligus sandaran setiap kali dunia bersikap kejam, tetapi justru pria tersebut kini menjerumuskannya dalam kubangan duka. Kata-kata Arsen beberapa saat yang lalu, mengebaskan hati wanita tersebut. Pria itu dengan lantang mengakui perselingkuhannya Meminta Lintang memaklumi jika dia jatuh cinta lagi dan mengatakan jika itu bukan dosa. 

"Bukankah cinta anugerah dari yang kuasa?" 

Itu alasan yang membenarkan pengkhianatannya. Kejam! Begitu mudah lidah berucap tanpa berpikir terlebih dahulu. Tidakkah Arsen mengerti perasaannya? Melihat kemesraan kedua pengkhianat itu, menghentikan jalur napasnya, meremukkan hati yang dia jaga selama ini, dan menorehkan luka tak kasat mata, tetapi sakitnya luar biasa, lalu dengan mudah meminta maaf, mengatakan tak bisa hidup tanpa dirinya dan wanita itu.

Lintang berdecih, lalu terkekeh sendiri di atas motornya. Dulu perselingkuhan dengan orang dekat, hanya wanita itu tonton sinetron televisi, siapa kira kini dia sendiri yang mengalami. Bahkan saat dia menghina dan memaki sang wanita, Arsen lebih memilih membela selingkuhannya tersebut dan melupakan fakta dialah istri yang sah, dialah harusnya yang terluka, karena keduanya telah menghina kepercayaan yang dia beri.

Namun, semua menjadi ruyam. Saat masih dipengaruh emosi mendengar pembelaan Arsen untuk wanita itu,  Lintang meminta sebuah perceraian. Sakit memang ... tetapi tak ada lagi yang bisa dipertahankan jika hubungan suci ternoda. Hati Lintang begitu lapang dengan kata maaf, namun tidak untuk sebuah perselingkuhan. Baginya, lebih baik berkalang tanah daripada memutih mata. Lebih baik berpisah dari pada merelakan cinta berbagi. 

Dia wanita biasa. Memiliki cinta yang teramat besar untuk Arsen, tetapi untuk berbagi tidak akan pernah bisa. Lebih baik menyingkir pergi karena dia tidak ingin memberi sang suami pilihan apa pun. Dia terlalu berharga bagi pengkhianat itu. Lintang pasrah pada takdir yang digariskan oleh-NYA. Bagi wanita itu, Tuhan tidak akan pernah memberi ujian di luar batas kemampuan umatnya dan Lintang bersyukur DIA mengujinya dengan rasa sakit yang mungkin bisa meluruhkan dosanya.






Bersambung