MELABRAK SUAMI DI PESTA ULANG TAHUN ANAKNYA
Episode_7
Pilihan yang Sulit
"Bapak jangan bercanda, tidak mungkin Lilis .... " Martin menerima map tersebut, setelah itu ia membaca isinya. Detik itu juga Martin terkejut, jika Lilis benar-benar menjual rumah yang kini ia tempati. Kalau sudah begini, apa yang harus Martin lakukan, Lilis benar-benar keterlaluan.
***
"Hari ini juga, Bapak harus mengosongkan rumah ini, karena akan segera ditempati oleh pemilik baru rumah ini," ucapnya. Martin sudah tidak bisa mengelak lagi, dengan terpaksa ia dan keluarganya harus angkat kaki dari rumah tersebut.
"Baik, Pak." Martin mengangguk, setelah itu pria tersebut beranjak meninggalkan rumah tersebut. Martin memijit pelipisnya yang mendadak pusing, bahkan kepalanya terasa ingin meledak mengingat masalah yang kini ia hadapi.
"Martin bagaimana ini, kalau rumah ini dijual. Kita mau tinggal di mana," ujar Nani, ia ikut bingung karena rumah tersebut adalah rumah satu-satunya milik mereka. Karena rumah peninggalan suami Nani sudah dijual setelah Martin dan Lilis menikah.
"Martin juga nggak tahu, Ma. Tidak mungkin kita tinggal di rumah Lilis, dia tidak akan memberikan izin," sahut Martin. Lelaki itu melangkah menuju sofa dan menjatuhkan bobotnya di sofa. Sesekali Martin memijit pelipisnya yang terasa pusing.
Selang beberapa menit, Diva datang, bocah itu langsung menghampiri ayahnya dan duduk di sebelahnya. Martin menatap wajah putrinya yang terlibat begitu murung. Bahkan kata ibunya, semenjak Vina dipenjara Diva jarang makan. Wajar, karena Diva sangat dekat dengan ibunya.
"Pa, ayo mama dijemput, Diva kangen sama mama." Diva menarik-narik tangan ayahnya, jujur Nani merasa kasihan pada cucunya itu. Namun ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.
"Iya, Sayang. Kamu yang sabar ya, nanti mama dijemput kok." Martin berusaha untuk menenangkan Diva, berharap putrinya itu mau diam, agar Martin bisa berpikir mencari jalan keluarnya.
"Mama masih ada tabungan nggak?" tanya Martin, jika masih ada. Ia berniat untuk pulang ke Jakarta dan meminta Lilis untuk mencabut tuntutannya.
"Memangnya uang kamu ke mana?" tanya Nani.
"ATM Martin udah diblokir, Ma. Bisa pulang ke sini juga karena masih ada uang, untuk kembali ke Jakarta benar-benar sudah tidak ada lagi." Martin menjelaskan. Mendengar itu Nani menghela napas, jika sudah begini urusan apa saja akan rumit.
"Bahaya ini kalau Martin benar-benar udah nggak megang uang." Nani membatin, ia khawatir jika nanti ada orang datang untuk menagih utang, karena Nani punya utang yang Martin tidak tahu.
"Coba kamu cari ATM punya Vina, barang kali masih ada uang," saran Nani. Jika masih ada, mungkin bisa mereka gunakan untuk sementara waktu.
"Ya sudah nanti aku coba. Mungkin untuk sementara kita tinggal di kontrakan dulu, nanti aku pulang ke Jakarta, untuk meminta Lilis mencabut tuntutannya," ungkap Martin.
"Memangnya Lilis mau, mama khawatir kalau dia tidak mau," sahut Nani. Jujur mendengar itu Martin sedikit was-was, takut Lilis tidak mau mencabut tuntutannya. Karena Lilis pasti sangat marah dengan ulah Vina, belum lagi dirinya yang sudah berbohong.
"Kita coba dulu, Ma." Martin berusaha meyakinkan ibunya, jika Lilis akan bersedia untuk mencabut tuntutannya. Martin sangat mengenal istrinya itu.
***
Hari telah berganti, Martin dan keluarganya kini sudah keluar dari rumahnya, dan kini mereka tinggal di sebuah kontrakan. Awalnya Diva tidak mau, tetapi dengan sabar Martin menasehatinya, alhasil putrinya kini bersedia untuk tinggal di kontrakan yang jauh dari kata mewah.
Bahkan demi istri dan anaknya, kini Martin sudah kembali lagi ke Jakarta ia terpaksa memakai uang Vina terlebih dahulu. Martin akan memohon pada Lilis, untuk bersedia mencabut tuntutannya. Ia akan melakukan apapun agar Vina bisa bebas.
"Semoga saja Lilis ada di rumah." Martin menghembuskan napasnya, dada terasa sesak saat melihat bodyguard yang berjaga di rumah istrinya itu. Lilis memang bukan wanita sembarangan, terlebih banyak uang.
Dengan hati yang terus berdebar, Martin berjalan menghampiri bodyguard yang kini tengah berjaga di depan pintu. Melihat kedatangan Martin dua bodyguard itu menoleh dan memperhatikan lelaki yang berdiri di hadapan mereka. Martin hanya bisa berharap semoga Lilis tidak mengusirnya.
"Ada keperluan apa kamu datang ke sini?" tanya Burhan.
"Apa Lilis ada, saya ada keperluan dengannya," jawab Martin.
"Tunggu sebentar." Buruan masuk ke dalam sementara temannya menunggu di luar. Dengan was-was Martin berdo'a, agar niatnya berjalan dengan lancar.
Selang beberapa menit Burhan kembali, lelaki itu menyuruh Martin masuk ke dalam. Tanpa pikir panjang, Martin beranjak masuk ke dalam, terlihat jika istrinya sedang duduk di sofa. Menyadari kehadiran Martin, seketika Lilis menoleh.
"Lis, ada hal yang ingin aku sampaikan." Martin membuka suara.
"Ada apa?" tanya Lilis. Sejenak Martin terdiam.
"Tolong kamu cabut tuntutan Vina, kasihan Diva. Dia masih membutuhkan seorang ibu." Martin memohon, berharap istrinya mau mengabulkan permintaannya itu.
"Vina pantas mendapatkan semua itu, karena perbuatannya memang sudah melampaui batas. Istrimu itu hampir saja membunuh anakku, jadi jangan salahkan aku, jika masalah ini tetap berlanjut," ungkap Lilis, mendengar itu Martin menghela napas.
"Lilis aku mohon, aku berjanji akan melakukan apa saja, asal kamu mau mencabut tuntutannya." Martin terus memohon, bahkan kini lelaki itu bersujud di kaki Lilis.
Lilis terdiam sejenak. "Baik, tapi dengan syarat."
Mendengar itu Martin langsung bangkit, ada binar kebahagiaan terpancar di wajahnya. "Apa syaratnya, apapun akan aku lakukan."
"Aku akan mencabut tuntutannya, tapi sebagai syaratnya kamu harus menalak Vina dengan talak tiga, tepat di hadapanku dan juga karyawan kantor. Tapi sebelum itu kamu harus membuat pengakuan, jika aku hanya istri keduamu dan kamu akan mengundurkan diri dari perusahaan," ungkap Lilis, detik itu juga Martin terkejut dengan syarat yang istrinya itu ajukan.
"Lilis, apa tidak ada syarat yang lain?" tanya Martin. Rasanya syarat itu sangat berat, karena tidak mungkin Martin menceraikan Vina. Terlebih ada Diva, bagaimana perasaan putrinya jika mengetahui ayah dan ibunya berpisah.
"Tidak ada, jika kamu ingin menyelamatkan Vina, maka lakukan syarat yang aku ajukan," sahut Lilis. Ia tahu jika Martin pasti akan merasa keberatan dan juga bingung dengan syarat yang Lilis ajukan. Karena ia tahu kalau Martin sangat mencintai Vina.
_________&&&&&&&&&&_________
Jangan lupa subscribe dan bintang lima ya, untuk bisa mendapatkan notifikasi selanjutnya.