Prolog


        Bangunan rumah dengan pondasi batu hitam dan dinding bercat putih itu tampak sepi. Ada sebuah pohon palem kecil di dekat jendela kamar, sementara di sisi lain pepohonan dan rerumputan hijau yang terpotong rapi tampak menghiasi halaman.

Sebuah mobil Corolla warna hijau meluncur masuk dari gerbang yang tak tertutup rapat. Lalu berhenti tepat di belakang sebuah sedan warna biru yang telah lama terparkir di sana.

Seorang pria berpostur tubuh tinggi dan gagah, keluar dari mobil. Sesaat, ia mengamati sekeliling rumah yang tampak sepi. Lalu pandangannya terhenti di pintu bercat putih itu.

Ia melangkah menuju teras. Detak sepatunya terdengar tegas, kemudian berhenti di depan pintu. Matanya terpaut pada sepasang sepatu pantofel pria yang teronggok di dekat keset. Menyipit tajam.

Wajahnya memerah. Bersamaan dengan hawa panas yang mulai membakar dadanya.

Sekali sentak, ia membuka pintu lalu dengan langkah cepat segera menyerbu masuk.

Melewati dinding bercat putih dihiasi foto-foto pernikahan berbingkai keemasan.

Langkahnya berhenti di depan sebuah pintu kamar.

Brakk!

Pintu yang tak terkunci itu terhempas keras ke dinding. Pria berhidung mancung itu menatap garang ke arah ranjang. Di mana sepasang laki-laki dan perempuan tampak sangat terkejut. Seketika mereka segera berebut selimut untuk menutupi tubuh yang telah separuh telanjang.

Rahang pria gagah itu mengeras, tangannya mengepal hingga buku-buku kulitnya memucat. Gemetar, karena kemarahan yang sudah memuncak.

"Beraninya kalian?!" bentak pria itu dengan suara menggelegar.

Dari arah barat, tampak awan mendung bergelayut rendah di langit sore.

Lalu terdengar suara jerit tangis dari rumah yang semula terlihat begitu sepi dan damai.


***