“Jika kamu serius ingin menikahiku, tinggalkan Naomi!”
Suara wanita yang menyeruak dari balik pintu itu membuat Naomi menghentikan langkah. Matanya menyipit sedangkan pendengarannya dipertajam.
Cukup lama hening menyelimuti sekitarnya sebelum akhirnya Naomi mendengar suara lelaki yang sangat dicintainya berbicara.
“Aku akan meninggalkannya, tapi kasih aku waktu untuk menyelesaikan semuanya.”
Gadis berdarah Jepang-Indonesia itu langsung membekap mulut dan merapatkan tubuh ke tembok. Ia masih belum yakin jika itu suara Imam.
Akan tetapi, mengingati dirinya sekarang berada di depan pintu rumah lelaki itu, sudah pasti suara berat bercampur parau itu memang kekasihnya.
“Kamu yakin? Bukankah kalian sudah berpacaran selama ini?” ujar wanita yang tidak Naomi kenal itu lagi.
Naomi memberanikan diri mengintip dari celah pintu yang sedikit terbuka. Ia tak bisa melihat wajah Imam keseluruhan. Hanya sebagian belakang tubuh saja yang bisa ditangkap dari sosok pacarnya. Imam terlihat mengangguk kecil dan maju selangkah.
Dada Naomi pun mulai begemuruh cemas. Ia berusaha menekan gerakan tangannya untuk tidak membuka pintu saat itu juga. Gadis itu ingin tahu apa yang sedang terjadi? Siapa wanita itu dan mengapa sekarang berada di apartemen kekasihnya?
“Kami memang pacaran, tapi bukan berarti aku melupakanmu, Dit.” Kepala Naomi berdenyut mendengar pernyataan Imam yang jujur.
Ternyata, ada wanita lain di hati lelaki itu, bukan hanya dirinya. Selama ini ia percaya pada cinta Imam, namun sekarang rasa itu sepantasnya diragukan.
Jauh-jauh Naomi menyusul kekasihnya ke Singapura untuk memberi kejutan, tapi dia sendiri yang mendapat surprise tak menyenangkan …
Fakta bahwa Imam masih menyimpan nama wanita lain membuatnya syok. Tubuh Naomi rasanya ingin tumbang karena kakinya bergetar hebat.
Meskipun begitu, gadis berjilbab biru laut itu mencoba menguatkan diri agar tidak terjatuh seketika. Ia ingin tahu lebih lanjut apa yang sedang mereka bicarakan …
“Kamu menghilang begitu lama, dan aku tidak ingin menyesal untuk kedua kali. Aku ingin kamu bersamaku, menjadi pelengkap separuh agamaku,” ujar Imam mantap, yang membuat dada Naomi semakin sesak.
Tidak ada suara yang terdengar lagi selama beberapa saat. Naomi mengusap lelehan bening yang baru saja menetes dari kedua ujung mata.
“Kalau begitu, datanglah menemui orang tuaku ...” Nada wanita itu terdengar sedikit riang, bahkan Naomi bisa merasakan ada senyum yang terukir di bibirnya.
Tak lama kemudian pintu di hadapanya terbuka mendadak, membuat kedua orang di dalam tadi terkejut bersamaan.
“Naomi!” Ekspresi Imam tak bisa ditebak, entah karena malu atau merasa bersalah pada Naomi yang sedang menatapnya terluka.
Pandangan Naomi bertumbukan pada gadis itu. Ia merasa pernah bertemu dengan wanita berhijab pink dengan lipstik merah terang yang sekarang berdiri di depannya ini, tapi Naomi lupa di mana persisnya. Naomi mencoba mengingat-ingat namun tidak menemukan sepotong memori pun yang berhubungan dengan orang di hadapannya.
“Sepertinya, ada hal yang harus kamu selesaikan, Mam. Aku pergi dulu!” Gadis tak dikenal itu melirik Naomi sekilas, lantas melenggang pergi dengan gerakan angkuh.
Pura-pura tidak tahu apa yang terjadi, Naomi memutuskan menarik bibirnya dan menyapa Imam. Perasaannya campur aduk antara kesal, marah, sedih, dan penasaran.
Meskipun sudah berusaha bersikap biasa saja, sorot matanya tak mampu membendung kesedihan yang sedang dirasakan.
Kedua orang yang masih menjalin ikatan itu disekap kebisuan. Imam hanya berdiri sambil meremas-remas jemari sedangkan Naomi mencengkeram tali paper bag di tangannya kuat-kuat.
Benda di dalam tas itu hendak ia berikan pada Imam sebagai ucapan ‘selamat’ atas kenaikan jabatan lelaki itu di tempat kerjanya, tapi rencananya mungkin akan berubah seratus delapan puluh derajat setelah tahu apa yang terjadi.
“Ma-masuklah, ada yang harus kita bicarakan.” Imam membuka pintu lebih lebar.
“Kenapa kau tidak pernah memberitahuku?” Naomi tak bisa berpura-pura lagi.
Imam menghela napas berat. “Maaf …” lirihnya dengan salah tingkah.
“Selama ini kau menganggap aku apa, Mam?” tanya gadis itu dengan suara bergetar. Pelupuknya siap menumpahkan cairan yang mendesak keluar.
“Masuklah, kita bicara di dalam …” sahut Imam namun tak ada tanda-tanda Naomi ingin menuruti ajakannya. Ia pun hanya berdiri termenung, berusaha memikirkan kalimat yang tepat agar Naomi tidak semakin terluka. “Aku nggak tahu harus mulai dari mana menjelaskannya? Tapi, aku harus menyampaikan ini ...”
Imam menghela napas sebentar.
“Kami pernah tetanggaan. Dan aku pernah mengungkapkan perasaanku padanya setelah kelulusan SMA, namun dia menolak karena ingin fokus mengejar cita-citanya dulu ...”
Dari ekor matanya, Naomi bisa merasakan ada kesedihan yang muncul di mata Imam saat menceritakan masa lalunya.
“Aku menghargai keputusannya dan memilih mundur. Lalu, aku mencoba melupakannya. Membuang jauh-jauh perasaanku padanya. Sampai akhirnya, kamu datang dan pelan-pelan mengubah suasana hatiku.” Imam terlihat gusar. “Jujur, aku juga menyukaimu bukan hanya sebagai sahabat, tapi lebih dari sekadar sahabat …”
“Tapi rasa sukamu padanya lebih besar daripada rasa sukamu padaku, bukan?” Naomi menatapnya tajam dan Imam langsung terdiam. “Tidak seharusnya kamu memberiku harapan, Mam!”
“Maaf, Naomi. Aku benar-benar tidak bisa melupakannya. Aku juga sayang padamu, tapi aku tidak bisa membohongi hati kecil ini ... Sudah ada orang lain yang lebih dulu masuk ke dalam hatiku, sudah ada orang lain yang sampai saat ini masih ingin kuperjuangkan, dan tak bisa kulepas begitu saja.”
Imam menunjuk-nunjuk dadanya.
“Naomi …”
PLAK! Wajah Imam langsung mengesamping. “Terima kasih untuk kejujuranmu yang sangat terlambat!” kata gadis itu dengan suara parau. “Kyou kara ... owari ni shiyou!” Naomi memutuskan hubungan mereka. Lebih baik dia yang mengatakannya sebelum Imam yang melakukannya, bukan?
Ia tak ingin dipermalukan lagi …
Gadis itu pun berbalik pergi sambil mengusap air matanya kasar. Ia baru tahu kalau ternyata Imam adalah buaya berbulu domba.
Ah, apakah tidak ada sebutan yang lebih pantas untuk lelaki seperti itu?
***
Kyou kara, bisa diartikan dengan “mulai hari ini”
Jadi dalam kalimat “Kyou kara, owari ni shiyou!” si Naomi ini menegaskan kalau dia mengakhiri hubungannya dengan Imam.
Owari ni berasal dari kata owaru yang artinya SELESAI. Ini merupakan bentuk kata biasa/kamus, atau kalau bahasa Jawa-nya BOSO NGOKO.
Jadi, dalam bahasa Jepang itu ada bahasa halus, biasa, dan kasar seperti bahasa Jawa.
Bahasa biasa atau sering disebut sebagai bentuk kamus digunakan pada sesama teman yang akrab atau orang yang lebih tua ke anak muda. Contoh IKU. Bentuk sopan dari IKU adalah IKIMASU. Sedangkan bentuk kasarnya, biasanya buat ngusir orang jadinya IKE.
Owaru pada kalimat di atas ditambah dengan partikel “ni” disambung dengan kata “shiyou” yang berarti ajakan untuk melakukan sesuatu ...
Shiyou sendiri berasal dari bentuk kamus SURU artinya melakukan. Jadi, bila dua kata kerja ini digabung, maka perlu partike NI sebagai tambahan di tengahnya.
Owari ni shiyou, yang artinya, ayo kita putus!
Catatan : Untuk mencari kata kerja dalam kamus bahasa Jepang, maka sudah pasti kata itu harus dalam bentuk kamus. Biasanya di kamus tidak kita temukan kata yang berakhiran –masu, seperti ikimasu, mimasu, hanashimasu. Yang bisa kita temukan dari ketiga kata itu adalah iku, miru, dan hanashu.
Untuk perubahan bentuk kata kerja dalam bahasa Jepang nanti akan dijelaskan di bab lain. Ikuti terus ceritanya, ya!
Terima kasih sebelumnya …