Hari ini Gefira dan ayahnya menghadiri undangan pesta pernikahan sepupu Kautsar yang rumahnya berlokasi tidak jauh dari rumah keluarga Kautsar. Gefira tampak cantik dengan gaun merah muda lengan pendek sepanjang lutut. Gaun itu dihiasi payet manis di bagian pinggang, serta terdapat rempel di bagian rok.
Gefira kali ini menata rambutnya dengan menggunakan hairspray dan dibiarkan tergerai sepanjang punggung. Tak lupa ia sematkan jepit rambut berbentuk pita berwarna silver yang menambah manis penampilannya.
Wajahnya hanya diberi sapuan bedak, dan shadow tipis di kedua belah pipi. Bibirnya kali ini dioles dengan lipstik berwarna pink yang sedikit glossy. Benar-benar tampak manis dan menawan.
Tiba di rumah sang pengantin, Mata Heru langsung mencari-cari sosok Pak Lutfi yang tak berapa lama kemudian datang menghampiri mereka.
"Assalamu'alaikum. Sudah sampai rupanya," sambut Pak Lutfi semringah seraya bersalaman dengan Heru.
"Wa'alaikumussalam. Iya, alhamdulillah."
Kemudian, Pak Lutfi langsung mengajak mereka ke pelaminan menemui pasangan pengantin dan kedua orang tuanya yang tak lain adalah kakak dari Pak Lutfi atau pamannya Kautsar. Usai bercengkrama sebentar, mereka lalu mencari deretan bangku yang masih kosong. Pak Lutfi mengedarkan pandangan mencari sosok Kautsar. Akhirnya netranya menangkap sosok Kautsar yang sedang membantu membagikan minuman dingin kepada tamu. Ia pun lantas memanggil putranya itu.
"Kautsar! Kautsar, kemari!" Kautsar menengok ke arah sumber suara lalu menghampirinya. Ia sempat melirik ke arah orang yang tengah duduk di samping ayahnya. Ada Heru dan Gefira, wajah yang baru dikenalinya belakangan ini.
"Iya, Abi. Ada apa?" tanya Kautsar begitu dirinya sudah berada di hadapan ayah dan dua tamunya.
"Kamu masih ingat Pak Heru dan putrinya, Gefira, kan? Ayo salami mereka!"
Kautsar beralih pandang ke arah Heru dan Gefira. Ia langsung menyalami tangan Heru, sedangkan pada Gefira, ia coba menyodorkan kedua tangan yang ditelungkupkan di dada, namun Gefira malah membuang muka. Sepertinya ia ingin balas dendam dengan kejadian pertama kali mereka bertemu.
Setelah sedikit berbincang, Pak Lutfi mengajak Heru dan Gefira untuk mampir ke rumah mereka. Hal itu disambut baik oleh Heru. Ia begitu senang dan bersemangat ingin mengunjungi rumah sahabat sekaligus calon besannya. Lain halnya dengan Gefira yang merasa bosan dan sangat malas untuk mengunjungi rumah lelaki yang dijodohkan dengannya. Namun ia tak bisa menolak dan terpaksa mengikuti langkah sang ayah.
Selama perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki, Heru dan Pak Lutfi kemudian terlibat perbincangan yang seru. Kautsar terpaksa berjalan di belakang mereka berdua dan bersebelahan dengan Gefira yang tampak tak acuh membuang muka.
Berjalan bersisian dengan Kautsar seperti ini, mau tidak mau membuat Gefira merasakan debaran halus. Teringat kata-kata Ema yang terus memuji ketampanan Kautsar. Dari jarak yang terbilang tak begitu jauh ini, Gefira bisa merasakan aroma harum yang pasti menguar dari parfum yang dikenakan Kautsar.
Belum lagi, tubuh tegap dan tinggi dengan dada yang bidang. Gefira juga sedikit melirik ke arah tubuh itu, karena kalau menatap wajah ia tak berani. Dapat dilihatnya Kautsar mengenakan kemeja koko berwarna biru langit dipadu dengan celana bahan berwarna hitam. Lengan koko yang panjang digulung hingga 3/4, menyisakan lengan putih bersih yang sebelah kirinya disematkan jam tangan bertali kulit dengan model simpel berwarna hitam. Dapat Gefira lihat pula jari-jari tangan Kautsar yang panjang dan bersih.
Menyadari dirinya mengamati lelaki yang sungguh tak disukai, Gefira kemudian kembali membuang muka. Menyalahkan dirinya sendiri yang begitu kurang kerjaan melirik lelaki jangkung di sebelahnyasebelahnya itu.
Sementara Kautsar, juga sedang berusaha menjaga hati dan pandangannya. Sekilas tadi ia dapat menangkap sosok Gefira yang tampak begitu cantik dengan dress merah muda yang bagian atasnya sedikit terbuka. Untungnya Kautsar tadi segera menunduk agar tak sampai melihat sosok gadis itu lebih detail.
Meski terlihat cantik, tetap saja bukan perempuan seperti Gefira yang disukainya. Ia sangat berharap bisa berjodoh dengan gadis berhijab yang menutup auratnya dengan baik.
"Assalamu'alaikum, Umi .... " Seru Pak Lutfi begitu tiba di depan rumah.
"Wa'alaikumussalam warohmatuloh!" jawab Aliya dari dalam sambil membukakan pintu. Kini tampaklah di hadapannya dua sosok yang dikenal selain suami dan putranya. "Maa syaa Allah. Ada Pak Heru dan Nak Gefira rupanya, " ucapnya dengan senyum mengembang.
"Iya, Umi. Tadi janjian bertemu di acara nikahan Mandala. Jadi sekalian Abi ajak ke sini."
"Ayo, masuk! Masuk!" Aliya mempersilakan. Ia lalu menggamit lengan Gefira yang masih tampak malu dan ragu-ragu memasuki rumah itu. "Maaf ya, kalau rumahnya seadanya saja ini, hehe. Ayo, duduk dulu Pak, Nak."
Pak Heru dan Gefira mengangguk seraya menghempaskan tubuh mereka di sofa berwarna hijau. Duduk di hadapan mereka Pak Lutfi dan Kautsar.
"Sebentar ya, Umi ke belakang dulu. Kalian ngobrol dulu saja." Aliya mohon diri diikuti anggukan semuanya.
Heru dan Pak Lutfi kembali mengobrol. Sementara Gefira, sedikit mengedarkan pandangan ke ruang tamu rumah yang tampak luas dan bersih ini. Memang tipikal rumah sederhana, tapi mungkin karena tidak terlalu banyak barang, hanya sofa, meja, dan sebuah bufet kaca berukuran tidak terlalu besar, ruangan ini jadi tampak luas dan cenderung terasa sejuk meski tanpa memakai pendingin ruangan. Duduk di hadapan Gefira, Kautsar juga hanya melayangkan pandang ke arah lain, berusaha mengalihkan mata dari keindahan di hadapannya.
Beberapa jenak kemudian, Aliya kembali dan mengajak mereka semua untuk menuju ruang makan. Rupanya ia tadi sudah menyiapkan makanan spesial untuk tamu istimewanya ini.
"Ayo, ayo, kita ke meja makan. Umi sudah menyiapkan makanan spesial buat tamu spesial kita. Tadi kalian belum makan toh di acara nikahan?" ajak Pak Lutfi semringah diikuti senyum mengembang di wajah sang istri.
"Ah, bisa saja Pak Lutfi ini, tamu istimewa apa? Wong kita juga ke sini enggak bawa apa-apa, ha ha. Tawa renyah kembali meluncur dari mulut Heru.
" Ya jelas istimewa, dong! Kan calon besan yang datang," ujar Pak Lutfi diikuti tawa mereka berdua. Hanya Gefira dan Kautsar yang wajahnya tampak masam, sama sekali tak terpengaruh kebahagiaan dua orang tua yang begitu berharap bisa menjadi besan.
Tiba di ruang makan, Aliya langsung mempersilakan dua tamunya itu duduk. Pak Lutfi duduk di bangku tengah meja makan yang berbentuk oval itu. Di sebelah kanannya secara berurutan Heru dan Gefira. Di sebelah kanan ada Aliya sang istri, lalu Kautsar. Satu lagi seorang remaja berusia 14 tahun datang dengan sedikit berlari.
"Aina belum terlambat, kan?" tanya gadis remaja bernama Ainayya Farihah yang tak lain adalah adik dari Kautsar. Aina lalu menarik kursi dan duduk di sebelah kakaknya.
"Enggak dong, Sayang. Oh ya, kenalin ini ada Pak Heru dan putrinya. Kamu panggil Kak Gefira, ya." Pak Lutfi memperkenalkan kedua tamunya.
Aina lantas menelungkupkan tangan ke dada saat menyalami Heru. Sementara pada Gefira, ia mencium punggung tangan gadis itu dengan dahi.
"Oh, ini calonnya Kak Kautsar itu ya, Umi? Maa syaa Allah. Cantik sekali," ucap Aina sambil tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya. Membuat Gefira merasa kikuk dan muncul rona merah di wajah putihnya.
Aliya sang umi mengedipkan mata kanan sebagai kode agar Aina tahu diri dan menghentikan candaannya.
"Insya Allah, Nak. Kamu doakan, ya." Heru begitu semringah menanggapi Aina. Tawa kecil kemudian terdengar di ruangan itu. Hanya Kautsar dan Gefira yang menunduk dan terdiam. Mencoba dipaksakan tersenyum pun rasanya tak bisa.
"Ayo, kita makan. Jangan lupa baca doa dulu, ya," ujar Pak Lutfi kemudian. Usai berdoa, mereka pun mulai menyendok nasi untuk bersantap.
"Nak Gefira, ini ayam kemangi masakan Umi. Dicoba, ya," Aliya menyodorkan piring berisi ayam bumbu kuning dengan banyak taburan daun kemangi. Gefira terbelalak. Bagaimana Aliya bisa tahu makanan kesukaan Gefira. Makanan itu selalu mengingatkannya pada mendiang sang mama, yang hampir setiap hari memasakkannya untuk Gefira.
Aliya menyendok kan sepotong paha ayam yang berbalut bumbu kuning dan kemangi itu lalu menaruhnya ke piring Gefira yang sudah berisi nasi. "Terima kasih, Tante, " ucap Gefira sopan.
"Panggil Umi saja, ya. Umi sudah terbiasa dipanggil dengan sebutan itu." Aliya menyunggingkan senyum yang penuh kehangatan. Gefira lantas mengangguk sambil tersenyum tipis. Ia mulai memotong kecil daging ayam itu lalu memasukkan ke mulut. Alisnya langsung terangkat. Luar biasa, rasanya benar-benar mirip dengan buatan Mama. Gumam hati Gefira.
Suapan demi suapan kemudian, sangat membuat lidah Gefira menari-nari. Ia merasakan kenikmatan rasa makanan sekaligus kehangatan dalam keluarga ini. Apalagi dengan kepolosan dan kenaifan tingkah Aina yang tak jarang membuatnya tersenyum. Meski tetap saja, ketika secara tak sengaja matanya beradu dengan Kautsar, selalu membuatnya membuang muka dan kembali merasa jengkel.