FLASHBACK
"Pokoknya aku enggak mau dijodohkan! Papa apa-apaan, sih? Sekarang, kan, bukan zaman Siti Nurbaya lagi, Pah!" Gefira melipat dua tangannya di dada dengan kening berkerut dan wajah masam.
Bagaimana tidak? Di usianya yang baru saja menginjak delapan belas tahun, dia sudah digadang-gadang untuk dijodohkan oleh sang ayah. Kontan dia langsung menolak rencana itu.
"Ya, kan, enggak langsung nikah, Fir. Kalian bisa saling mengenal dulu. Nanti kalau sudah kenal, sudah lulus kuliah, baru, deh, kalian menikah." Heru, Papa Gefira, mencoba menjelaskan.
"Fira, kan, maunya cari cowok sendiri, Pa. Cowok yang memang bener-bener Fira sukai. Pokoknya, Fira enggak mau dijodoh-jodohin. Titik!" pungkasnya dengan wajah tertekuk.
Gefira lantas meninggalkan sang Papa yang sebenarnya belum selesai bicara, menuju kamarnya di lantai dua.
Sementara Heru, hanya mampu mendesah. Matanya mengekor langkah sang putri. Hingga punggung Gefira menghilang di kejauhan.
(*)
"Kamu dandan yang cantik, ya, Fir. Pakaiannya juga yang resmi sedikit. Jangan terlalu terbuka, ya," pinta Heru.
Gefira kemudian mengernyitkan dahi.
"Memangnya kita mau ke mana sih, Pah? Kok repot bener!" tanya Gefira heran.
Tak biasanya sang ayah tampak begitu bersemangat dan sangat peduli pada penampilannya seperti itu.
"Nanti juga kamu tahu. Papa keluar dulu, ya. Kamu lanjut siap-siap. Jangan lupa, dandan yang manis dan pakai baju yang pantas," tukas Heru sekali lagi.
Gefira hanya mengangguk dengan wajah malas. Kemudian Heru keluar dan menutup pintu kamar. Gefira kembali memilih pakaian di dalam lemari berukuran besar dengan delapan pintu yang terletak di bagian atas dan bawah.
Masing-masing pintu, berisi pakaian Gefira dengan berbagai kategori. Ada baju sekolah, baju santai, baju pesta, gaun, juga ada laci khusus untuk meletakkan bermacam pernik dan perhiasan yang ia miliki.
Sungguh luar biasa, remaja berusia delapan belas tahun, sudah memiliki lemari dengan isian yang begitu lengkap.
Ia akhirnya memilih dress berwarna hitam lengan pendek dengan panjang di bawah lutut. Di bagian kerahnya terdapat renda rajut yang menambah manis gaun polos tersebut.
Kemudian ia mematut diri di depan cermin. Selesai dengan dress, kini waktunya ia memberi sentuhan pada wajah. Cukup polesan bedak berwarna beige ia sapukan ke seluruh wajah.
Lalu, ia oleskan lipgloss di kedua belah bibir yang sudah berwarna pink alami. Rambutnya disisir rapi dengan model belah samping dan dibiarkan tergerai menyentuh punggung.
Selanjutnya, dia memilih bandana di antara begitu banyak koleksinya. Pilihannya jatuh pada bandana berwarna pink dengan hiasan pita kecil yang manis.
Setelah itu, gadis berusia delapan belas tahun itu kembali mematut diri di kaca untuk memastikan semuanya sudah sempurna. Lalu dia keluar kamar menuju sang ayah yang sudah menunggunya di ruang tamu.
Mereka berdua berangkat menggunakan mobil BMW yang disupiri sendiri oleh ayahnya.
Tiba di depan sebuah resto mewah tempat mereka biasa makan, kemudian laju mobil dihentikan. Sudah ada seorang pria berseragam biru khas resto yang siap menunggu di depan menyambut kedatangan mereka. Heru memberikan kunci mobilnya kepada orang itu untuk kemudian diparkiran di tempat VIP.
Mereka memasuki resto mewah tersebut, dan langsung menuju ruang VIP yang sudah direservasi. Tiba di ruangan itu, ternyata sudah ada Pak Lutfi, Aliya istrinya, dan Kautsar sang putra.
Mereka bertiga langsung berdiri ketika melihat kedatangan Heru dan putrinya. Heru lalu menyalami Pak Lutfi diikuti tawa renyah mereka yang saling menanyakan kabar.
Berikutnya, Heru menyalami Aliya namun disambut dengan tangan yang ditelungkupkan di dada. Ya, Aliya memang menghindari untuk bersalaman dengan nonmahrom. Kemudian Heru melakukan hal yang sama, menelungkupkan tangannya mengikuti yang dilakukan Aliya.
Heru meminta Gefira untuk menyalami mereka satu per satu mengikuti yang ia lakukan. Usai bersalaman dengan Kautsar, Heru memperkenalkan Gefira pada pemuda gagah itu.
Namun, Kautsar melakukan hal yang sama dengan ibunya. Ia telungkupkan kedua tangan di depan dada. Membuat Gefira menarik tangannya yang telanjur terulur.
Dia mencebik sebagai respons sikap Kautsar yang menurutnya terlihat sombong dan dingin. Hal itu semakin membuat Gefira merasa sebal pada laki-laki itu.
Mereka lalu duduk kembali dan mulai memesan makanan yang menu utamanya adalah aneka hidangan laut.
Usai makan-makan yang diselingi obrolan hangat dan tawa renyah itu, Heru memberikan kode pada Lutfi dan Aliya untuk meninggalkan Gefira dan Kautsar berdua saja.
"Fira, Papa, Pak Lutfi, dan Bu Aliya keluar dulu. Ada yang ingin kami lakukan. Kamu dan Kautsar ngobrol aja dulu. Kalian bisa saling berkenalan. Jangan sungkan, ya," ujar Heru sambil mengusap punggung Gefira lembut.
Gefira terbelalak mendengarnya. Sungguh tak menduga dengan semua yang terjadi hari ini sebab sang ayah memang tak mengatakan apa-apa. Ia menengok ke arah sang ayah dengan wajah memelas berharap tidak ditinggalkan berdua saja.
Namun, usai menepuk bahu Gefira untuk menguatkannya, para orang tua meninggalkan mereka berdua. Apa yang harus dilakukan Gefira ditinggal berdua seperti itu?
Sementara Kautsar, sebenarnya juga merasa sama terkejutnya dengan Gefira. Ia memilih menyesap minumannya untuk meredakan rasa kikuk yang mendera.
**