Untuk menetralkan rasa kikuknya, Gefira mengambil ponsel dari dalam saku dan mulai berselancar ke dunia maya. Ekor matanya sempat melirik ke arah Kautsar. Namun laki-laki berwajah dingin itu masih bergeming. Ia tampak menunduk ke arah ponsel di genggaman tangan kanannya. Hm, sama saja. Pikir Gefira.
Sebuah pesan baru dari aplikasi berwarna hijau tiba-tiba muncul. Gegas jari jempol Gefira membuka pesan itu. Ternyata sudah ada banyak pesan berderet dari orang yang sama. Vita, salah teman sekolah Gefira.
Vita: Ge, lo di mana? Enggak main ke rumah Ema?
Me: Enggak. Gue lagi diketemuin sama cowok yang dijodohin bokap gue nih. Mana bokap enggak bilang-bilang lagi. Duh, bete banget gue.
Vita: Oya? Wah, seru dong! Gimana Ge, ganteng enggak cowok yang dijodohin sama Lo?
Me: Seru dari Hongkong? Yang ada gue bete nih. Mayan sih orangnya. Tapi sombong banget.
Vita: Masa sih? Maksud Lo, sombong kayak oppa oppa Korea gitu? Aigo.
Me: Ih, apaan, sih? Enggak ada mirip-miripnya! Yang ada cuma bikin ilfeel doang!
Vita: Coba foto dong Ge, kita penasaran, nih calon Lo wajahnya kayak gimana.
Kita? Perasaan yang nanya cuma Vita doang deh. Pikir Gefira dalam hati.
Vita: Ayo, foto dong, Ge!
Ema: Iya Ge. Penasaran akut nih kita.
Rina: Ya Ge, plis fotoin, dong. Plis plis!
Tiba-tiba saja, notifikasi WA Gefira dipenuhi oleh pesan dari teman-temannya. Sepertinya mereka sedang berkumpul dan sekarang sedang membicarakan tentang pertemuan Gefira dengan lelaki yang dijodohkan dengannya itu.
Sebenarnya ia malas sekali memenuhi permintaan teman-temannya. Tapi mau bagaimana lagi? Daripada nanti disidang beramai-ramai, Gefira akhirnya menyerah.
Dengan hati-hati dan gerakan yang sangat pelan, Gefira memosisikan ponselnya tegak. Ia lantas mengeklik gambar kamera foto, lalu berusaha mengarahkan ponselnya ke tempat Kautsar duduk. Dari layar ponsel tampak Kautsar masih memainkan jari-jari panjangnya di tuts.
Dapat dilihat olehnya sosok lelaki berambut hitam lebat dengan beberapa helai rambutnya jatuh di dahi. Tangan panjangnya berbalut kemeja hitam lengan panjang yang digulung hingga 7/8. Di lengan kirinya terdapat jam tangan kulit berwarna hitam dengan desain simpel, menambah keren penampilan laki-laki yang sedang dibidiknya itu.
Ups, kenapa jadi memperhatikan dia? Gefira menggelengkan kepala menyadari kelakuannya. Laki-laki itu tampak sedang khusuk dengan ponselnya. Sepertinya dia tidak akan sadar kalau sedang dibidik oleh Gefira.
Segera saja Gefira memanfaatkan momen itu untuk memotretnya. Cekrek. Begitu tombol kamera diklik, pada saat bersamaan Kautsar menengok ke arah gadis di hadapannya yang sedang memegang ponsel mengarah pada dirinya. Kautsar kini menyadari apa yang sedang dilakukan gadis berambut sepunggung itu. Alis kanannya terangkat, "kamu sedang apa? Memotret saya?" Mata elang Kautsar memicing.
Menyadari dirinya tertangkap basah, Gefira terbelalak, mulutnya membuka, tapi ia segera memutar otak untuk mencari alasan. "Enggak! Enak aja! Orang aku lagi main game, kok!" sergahnya segera. Ia mainkan jempolnya di kanan dan kiri ponsel layaknya orang yang sedang main game.
"Oya? Coba aku lihat ponsel kamu!" pinta Kautsar dengan mata elang yang begitu tajam. Membuat Gefira merasa lunglai.
"Enak aja! Enggak boleh!" Gefira langsung memeluk ponselnya erat. Selain takut ketahuan, ia juga tak mau benda yang sangat privasi baginya itu diserahkan kepada orang yang belum dikenal baik.
"Kalau memang kamu enggak memotret saya, seharusnya kamu enggak takut ponselnya saya lihat." Wajah dingin Kautsar benar-benar membuat Gefira ciut.
"Jangan geer ya! Sudah dibilang aku enggak motret kamu! Lagipula, mana boleh kamu buka buka hape orang! Ini privasi tahu! Enggak sopan lihat hape orang!" Gefira bersikukuh.
"Lebih enggak sopan mana dengan memotret orang secara diam-diam?" Kautsar masih memasang wajah sinis yang membuat Gefira semakin merasa gerah.
"Sudah aku bilang, aku enggak motret kamu! Geer banget, sih?!" bentak Gefira dengan suara tinggi. Pada saat yang bersamaan, Heru dan kedua orang tua Kautsar kembali memasuki ruangan VIP itu. Heru yang mendengar suara tinggi Gefira langsung menegurnya, "ada apa Fira? Kenapa kamu berbicara keras begitu?" Gefira terkesiap. Ia tertangkap basah untuk kedua kalinya. Kali ini ia kembali harus memutar otak untuk mengungkapkan jawaban sebagai alasan.
"Biasa Pak, namanya juga baru kenalan. Mungkin Dek Fira masih belum terbiasa," Kautsar angkat bicara dengan menarik garis lengkung di sudut bibir kanannya. Sebuah senyuman sinis yang lebih mirip cibiran di mata Gefira. Gadis itu benar-benar merasa geram.
"Oh, ha ha. Sepertinya kalian sudah cukup banyak mengobrol." Heru tersenyum lebar diikuti senyuman Pak Lutfi dan Aliya. Sementara dalam hati, Gefira benar-benar meradang. Hatinya panas menahan kekesalan yang tak bisa disalurkan. Sebaliknya, Kautsar tampak tenang seolah tidak terjadi apa-apa. Hal yang membuat Gefira semakin sebal kepadanya.