Lima Tahun Setelah Kau Pergi (7)
"Pecundang rupanya." Yuni mendesis. Mata abu- abunya menatap tajam ke arah Alifia.
"Apakah ini alasan , suamiku berubah tengil sikapnya padaku? Oh, No." Yuni menepuk jidatnya. Lagaknya sangat meremehkan. Mungkin karena melihat penampilan Alifia yang begitu biasa dan tentengan dagangan ditangannya.
"Seandainya kita tidak saling mengenal, aku akan mengira dirimu seorang gelandangan. Hiks." Yuni terus mengoceh. Tak dihiraukannya mata Dipta yang melotot menyuruhnya berhenti dan kembali masuk mobil. Dipta ingin Segera pergi. Bukan tak rindu dengan sosok Alifia yang berdiri tenang, meski telinganya mendengar wanita perebut suaminya tengah merendahkannya.
Hidup yang keras mengajari Alifia cara bersabar dan tenang menghadapi musuh dengan cerdik dan elegan. Yuni bisa saja memusnahkan ijazah dengan menghasut Dipta untuk membakarnya, tapi tidak bisa memusnahkan kecerdasannya. Ijazah adalah bukti bahwa dia pernah sekolah dalam jenjang tertentu, bukan tanda seseorang mampu atau tidak untuk berpikir dan bernalar.
"Kenapa diam?"
"Kenapa aku harus mengoceh di jalanan seperti perempuan tidak waras?" balas Alifia tersenyum.
Yuni mencekik. Kesal sekali dikatakan wanita tidak waras.
"Aku pikir kamu gembel. Kalau saja kamu bukan wanita bodoh yang pernah menjadi masa lalu suamiku. Masa lalu kelam. Haha." Yuni terbahak. Suara tawanya nyaring, beberapa driver ojol yang memang biasa mangkal di tempat itu dan beberapa pedagang kaki lima diam- diam menyimak. Beberapa anak muda yang kebetulan keluar dari restoran cepat saji seperti nya mendengar suara ocehan dan tawa Yuni yang seperti orang mabok. Diam- diam keluarkan gawai buat merekam. Alifia tahu, makanya dia menjaga sikap. Dibiarkannya Yuni ngoceh panjang pendek seperti orang gak waras.
"Heh, Buluk. Kamu pikir dengan profesi dan wajah kamu yang seperti oncom kesiram air. Bisa kembali menggaet hati suamiku?" Tak tahu malu Yuni terus nyerocos.
"Aku memang biasa jadi pemenang. Aku wanita baik- baik tak pantas dibandingkan dengan wanita murahan seperti dirimu. Haha."
"Yuni. Sudah. Masuk . Ayok, kita pulang." Dipta menarik tangan Yuni keras. Tapi wanita itu bukan menurut, malah makin kalap menuding ke arah Alifia dan terus meneriaki pezina. Orang- orang di jalan makin kepo. Apalagi tampilan Yuni yang seronok menjadikan santapan gratis buat para pria di jalanan. Ada yang mendecis kagum, ada yang melotot ada juga yang geleng kepala karena heran. Dandan sexi kek artis tapi sikap kayak orang mabok lagi slebor.
"Dengar, Yuni. Untung aku mengenalmu. Kalau tidak aku berpikir kamu adalah seorang pelac*r." Alifia kembali tersenyum. Membalikan kata- kata Yuni yang menilai penampilannya.
"Maksudmu?" Yuni melotot.
"Hanya perempuan penjaja diri yang memakai baju ketat sesenti dibawah selangkang*n. Di sini, semua perempuan baik- baik berbaju sopan."
Ufs. Alifia menutup mulut dengan tangan. Sedikit sarkas. Tapi begitulah penampilan Yuni saat ini. Memakai kaos ketat tanpa lengan dipadu rok sangat pendek yang hanya menutup separuh paha mulusnya. Penampilan yang sangat kontras dengan keadaan sekitar.
"Kepar***t. Kamu yang pelac*r." Yuni murka. Perempuan itu memang cepat naik darah. Alifia tahu itu. Dia akan membalas kejahatan wanita biadab itu dengan caranya sendiri.
"Kamu menghinaku? Dasar perempuan tidak tahu mode " Yuni kembali menyalak. Suaranya yang emosional kembali memancing beberapa orang pejalan kaki, driver ojek online dan tukang Beca melirik ke arahnya. Tempat ini persis di depan restoran cepat saji. Meski mobil tidak terlalu ramai lalu lalang tapi di sini cukup ramai. Melihat penampilan Yuni yang mengalahkan artis dangdut, ada yang senyam senyum melihat tontonan paha gratis Yuni, ada juga yang cepat melengos dan beristighfar. Dari dalam mobil Dipta makin keras memberi kode pada Yuni untuk segera naik.
Wait.
Alifia memandang sekeliling. Dengan cepat intuisinya merasakan kalau Dipta tidak senang dengan sikap jumawa Yuni. Pria itu juga malu karena istrinya jadi bahan tontonan. Baik akan kubuat kau lebih malu, Mas Dipta.
" Dengar Yuni, perempuan baik- baik tidak ada yang memakai baju yang memamerkan bulu ketek."
Bulu ketek.
Pemirsah gratisan di belakang Yuni dan Alifia ada yang tersenyum diam- diam. Penampilan Yuni memang aneh sendirian. Alifia tidak tahu, bagaimana cara Dipta mendidik istri barunya.
" Ndasmu. Kopl*k banget." Yuni kembali menyalak. Kali ini lebih keras. Beberapa orang ojek online dan pedagang kaki lima malah ada yang menghentikan aktifitasnya mendengar suara Yuni.
"Tutup mulutmu pezina." Yuni menyeringai
"Kau sembunyikan aib dan kebusukanmu di balik hijab panjang mu."
"Oh ya?"
Alifia tidak terpancing.
"Lima tahun kau menudingku berzina. Yuni. Kini, aku tantang kau bermubahhalah."
"Apa?" Yuni seketika sedikit memucat. Dia tidak terlalu faham agama, tapi dia tahu apa yang Alifia katakan. Lima tahun lalu, sepertinya Alifia masih shock dan belum menyadari, kini wanita itu terlihat jauh lebih tangguh dan tenang.
"Mas Dipta."
Alifia memanggil Dipta.
" Sekali lagi aku menantang kalian untuk bermubahhalah."
"Tutup bacotmu." Yuni kalap.
Merebut keranjang dagangan Alifia dan membantingnya dengan sangat keras. Beberapa jenis kue bikinan tangan Alifia berantakan. Tak puas sampai di sana Yuni pun menjambak dan menyerang Alifia dengan membabi buta. Alifia tampak kaget. Dengan sekuat tenaga menghindar dari serangan Yuni yang tiba- tiba. Sebuah cakaran Yuni mengenai tangannya tapi itu tak seberapa dibanding kue- kue nya yang berantakan. Ada harapan nya yang ikut berantakan.
"Kamu tega, Yuni. Kamu tak berperasaan." Alifia mendesis, menahan marah. Matanya terbelalak menatap kue- kue nya yang berhamburan. Beberapa orang yang menyaksikan tampak iba, malah ada yang membantu memunguti dan memasukkan ke dalam keranjang dagangan milik Alifia yang terlempar agak jauh.
"Cukup, Yuni." Kali ini Dipta hilang kesabaran. Dengan penuh amarah dia spontan menarik tangan istrinya.
"Kamu sudah tidak waras, Yuni? Kenapa kamu sampai membanting dagangan dan menyerang Alifia dengan membabi buta , hah?"
"Halah, Jangan sok moralis, Pah. Cuma Dagangan murahan. Harga satu keranjang dagangannya tidak lebih mahal dari harga sempak yang kupakai."
"Aduh." Yuni meringis. Perempuan itu melotot ke arah suaminya. Seumur- umur menikah, Dipta baru kali ini menampar dirinya, di tempat umum pula. Yuni mau melawan, tapi urung karena melihat tatapan mata Dipta yang galak. Cih.
Dipta menamparnya cukup keras. Yuni merasakan pipinya merah dan sedikit panas. Pria itu sepertinya hilang kesabaran karena sikap Yuni bukan hanya tidak berperasaan tapi juga sangat memalukan. Apalagi mulai banyak yang menonton. Dipta merasa luar biasa malu.
Untung ini Garut, dirinya hanya seorang wisatawan domestik yang tidak dikenal, kalau kelakuan ini berlaku di tempat sekitar mereka tinggal, tak terbayang bagaimana rasa malu yang akan Dipta rasakan. Yuni memang menyebalkan akhir- akhir ini.
"Aduh, Ceu. Meskipun harga sempakmu lebih mahal, tak begini juga sama ladang rezeki orang." Seorang anak gadis berhijab dan memakai jaket almamater, yang kebetulan lewat dan ikut menyaksikan membalas dengan kecut.
"Meski sempakmu mahal dan ber-alarm, bukan berarti anda bebas semena- mena." Rekannya yang memakai kerudung ijo laut menimpali.
"Betul. Jangan mentang- mentang orang kota, berlagak banget." Mbak penjual minuman dingin yang ikut memunguti dagangan Alifia menimpali.
"Orang kota kok, udik kelakakuannya." Rekannya, Euceu tukang gorengan menimpali. Berjalan ke arah Alifia yang hanya diam dan mengusap wajahnya dengan perasaan sedih. Teringat janjinya sama Zahra makin sulit diwujudkan. "Nih, Teh keranjangnya. Kalau kata Euceu mah, cekek saja tuh kuntilanak satu itu. Tuman."
Alifia hanya mengangguk setelah mengucap terimakasih. Meski sedih melihat dagangannya rusak Tapi hati Alifia sedikit terobati dan puas melihat Yuni ditampar Dipta pun dikata-katain warga jalanan yang kebetulan menyaksikan. Alifia bisa saja ikut menggampar Yuni, tapi biarlah Yuni dihakimi orang- orang di sekitarnya. Hukum jalanan biar yang bicara, lebih kejam dan maknyus.
"Teh, kunaon?" Baron, salah seorang tukang parkir yang kebetulan kenal Alifia mendekat.
"Ituh, cewek itu meni belagu pisan, Kang. Si Teteh ini gak kunaon- kunaon, dia marah- marah kaya orang senewen." Mbak tukang gorengan dengan sigap jadi juru bicara
"Orang kota nurus tunjung," sela yang lain.
Yuni tampak pucat pasi. Dia mengira akan main jambak- jambakan dengan Alifia, tapi dia salah duga, Alifia hanya diam dan mengusap air mata dengan wajah sedih. Sikapnya yang teraniaya dengan cepat membuat Dipta hilang akal dan kesabaran, suami yang biasa begitu bucin, menamparnya dan para penonton dadakan ikut membela perempuan lusuh itu. Yuni menggeram. Pipinya sakit dan panas, tapi hatinya lebih sakit dan panas saat orang- orang ditempatnya berada ikut berkomentar pedas dan menyalahkan.
Yuni tidak menduga kalau Alifia cukup cerdas dengan memanfaatkan suasana. Kurang ajar.
Sialan
Tanggung malu dan kepalang basah. Yuni tiba- tiba menyerang kembali Alifia. Dengan membabi buta dia berniat mencakar dan menjambak hijab Alifia. Dipta sampai kewalahan menghalangi. Yuni seperti orang kerasukan.
"Aduh, ngamuk, Euy." Salah seorang driver ojol bergegas mendekati Yuni bersiap memegang tangan wanita yang kini seperti orang tidak waras betulan.
"Teteh, sudah. Jangan menyerang membabi buta begitu. Kasihan Teteh satunya gak ngelawan."
"Diam kamu. Jangan ikut campur." Yuni membentak. Melotot dan ke arah siapa saja yang mendekat. Kuku runcingnya yang berwarna merah tampak mengerikan
"Eduuaaan beneran kayaknya. Cik, urang panggil Satpam." Mbak tukang gorengan bergegas masuk ke area restoran cepat saji, berniat memanggil satpam.
Yuni makin mengamuk seperti kesurupan. Dipta dan seseorang yang berdiri tidak jauh kesulitan mengendalikannya.
"Minggir, Pah. Aku muak dengan cecurut satu itu."
"Sudah. Yuni. Sudah." Dipta menarik tangan Yuni lebih keras. Tapi Yuni yang ibarat kesetanan mengamuk makin gila.
" Waduuuh. Ini mah kek nya kesurupan. Kudu dipanggilkan orang pintar." Supir Ojol yang ragu ikut memegangi Yuni mengeluh. Tangannya kena cakar wanita seksi dalam pegangannya
" Lo, ngapain ikut pegang- pegang, gue. Lepasin." Yuni melotot.
" Lepasin Mang. Kamu mah, gak boleh lihat cewek bohay. Main pegang- pegang saja." Rekan Driver ojol yang ikut menyaksikan jadi gaduh. Dipta sampai menelan ludah. Peristiwa yang sangat malukan.
Wush...
Yuni berhasil melepaskan diri dari cengkraman suaminya. Dengan cepat kembali melesat ke arah Alifia. Tangannya terulur kaku, berniat mencakar dan mengunyeng Alifia.
"Cukup. Jangan sekali- kali menyentuh Alifia."
Tanpa di duga, sosok pria bertubuh atletis yang baru saja turun dari mobil sport mewah, dengan cepat menyibak beberapa orang yang berkerumun dekat Yuni dan Alifia. Wajahnya tampan dengan Stelan pakaian kerja yang rapih, dengan gesit menarik tangan Alifia. Dengan sigap pria yang baru tiba itu pasang badan, menghalangi Alifia agar selamat dari amukan Yuni.
"M-mas Setya?" Alifia sedikit terbelalak.
Reader Emak yang keceh badai, di KBM App sudah part 12. Buat yang sudah mampir dan ngasih dukungannya, makasih banget, ya.