Kemuning mendesah sebal pandangannya melongok ke bawah. Tampak dedaunan yang kering dan ranting-ranting pohon yang patah. Hutan ini ia kenal sejak lahir, Hutan Ganpati. Orang-orang menamai seperti itu karena siapa pun yang masuk ke dalam hutan ini akan menemui ajal. Mitos itu bukan tanpa sebab, hanya sedikit orang tahu kalau di dalam hutan terlarang ini berisi makhluk-makhluk buas nan mistis. Bagi orang hutan ini menakutkan tapi bagi Kemuning, Hutan Ganpati adalah rumahnya. Tempat ia harusnya berada. Tempat yang mesti ia jaga sekaligus lindungi hingga akhir hayat. Sebab kekuatannya memberinya keistimewaan sebagi penjaga Hutan Ganpati.
"Padma, Kenapa kamu disini?" Kemuning menoleh, kali ini binatang apa yang bicara dengannya. Seekor burung pipit yang cantik, kakinya menggenggam sebuah biji. Burung itu cuma mengepak-ngepakkan sayap namun enggan bertengger. "Apa kau di hukum sehingga di suruh merenung di rumah pohon. Kali ini apa kesalahanmu?"
"Aku menggunakan kekuatan ku untuk menolong orang asing." Yah dia berada di rumah pohon bukan untuk piknik, tapi dihukum karena ketahuan menolong lelaki asing di rumahnya. Bukan salahnya, pria itu butuh ditolong. Nenek pernah bilang Kemuning dapat mengunakan kekuatannya jika terpaksa. Mungkin saja kalau Kemuning tak menggunakan kekuatannya laki-laki itu akan tewas.
Burung pipit bersiul dengan senang sambil menari-nari. Karena merasa di ejek Kemuning menghempaskan burung kecil itu dengan tangannya. "Rasakan!!"
"Kenapa nona?" Kemuning tentu tak sendirian berada di rumah pohon. Siapa yang mengurus kebutuhannya kalau bukan seorang perempuan kerdil bernama Layon.
"Tak apa Layon, Apa makan siangku sudah siap?"
"Sudah nona, Ayo kita makan".
Kemuning duduk bersila di atas sebuah alas debog (pelepah pisang yang sudah di keringkan dan di anyam ). Walau makanannya hanya sederhana, nasi dan juga sayur asem tapi memang masakan Layon terkenal enak.
"Setelah makan aku akan pulang mengambil buku dan juga penerangan. Di sini kalau malam pasti gelap," ujarnya beralasan. Kemuning bosan, Ia ingin berjalan-jalan mengintip para gadis yang sedang belajar menjahit. Kemuning kan juga ingin punya ketrampilan, mau juga bermain dengan sebayanya. Walau setelah sampai di desa para gadis akan tetap menjauhinya layaknya gadis yang terkena kudis.
"Tapi kata nenek nona, nona tak boleh keluar dari rumah pohon sampai nyonya Yatri mengijinkan."
"Maka jangan bilang nenek, Jangan jadi tukang ngadu!! Aku pergi dan akan segera kembali ." Layon tak bisa melarang nonanya yang keras kepala ini. Sudah jadi tugas orang-orang kerdil seperti Layon untuk menjaga dan mengabdi pada para 'padma'. Padma adalah sebutan bagi perempuan penjaga hutan, Padma berarti bunga bakung, bunga jantung hutan. Sedikit orang yang tahu jika di tengah hutan Ganpati terdapat sebuah bunga bakung besar yang dikelilingi peri dan dijaga para orang kerdil. Bunga itu merekah saat bulan purnama dan akan berwujud pohon beringin besar pada siang hari.
Setahu Layon sudah hampir pasti 50 tahun Yatri menjadi Padma penjaga hutan tanpa seorang pun pengganti padahal ia punya dua orang putri. Padma Kemuning hanyalah seorang cucu dari putri pertamanya tapi ia di embankan tugas untuk manjadi Padma berikutnya. Gadis itu baru berusia 19 tahun. Pengalamannya minim tentang hutan walau ia punya kelebihan mempunyai kekuatan penyembuh tapi tetap saja Layon ragu. Kemuning bisa menjadi Padma berikutnya. Apalagi Kemuning gadis pintar, rasa ingin tahunya terhadap dunia luar sangat tinggi dan gadis itu suka sekali membangkang.
🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝🐝
Sial untuk Kemuning hari ini para gadis libur, tak belajar menjahit. Jadilah ia hanya mendapatkan hasil yang kosong. Dengan kesal Kemuning mencabuti daun keladi sambil berjalan. Ia melangkah pulang ke gubuk neneknya, kemudian berhenti karena terhadang sesuatu.
"Padma,,, nenekmu telah pergi ke desa di balik bukit untuk membantu orang yang tulangnya patah."
"Terima kasih Momo." Momo adalah kucing hutan peliharaan Kemuning. Kucing paling setia, Karena ia ada semenjak Kemuning berusia 10 tahun. Dengan sayang dan hati-hati ia menggendong Momo untuk berjalan pulang tapi Kemuning ingat di rumah sang nenek ada orang asing. Ia berputar arah, masuk rumah lewat pintu belakang seperti pencuri. Mengendap-endap masuk ke kamarnya mencari-cari buku yang biasa ia baca dan kemudian mengambil sebuah pelita. Tapi saat akan kabur pulang melalui pintu yang sama saat datang.
"Siapa kau?" Kemuning terkejut, ia hampir menjatuhkan dua benda yang dibawanya . Laki-laki asing itu menatapnya tajam, satu tangannya masih d perban tapi ia malah terlihat lebih tampan dari pertama kali Kemuning jumpai. "Kau!! Kau gadis semalam yang menolongku?" Kenapa dia bisa mengingat wajah Kemuning. Memang tadi malam Pria itu sedikit sadar saat Kemuning menolongnya.
"Iya... Aku bukan pencuri jadi jangan memandangku seperti itu. Ini juga rumahku," jawabnya ketus tanpa ekspresi.
"Hmmm... maaf tapi kenapa kamu baru muncul sekarang?"
"Aku.. tidak tinggal disini.. cepatlah sembuh supaya aku bisa kembali." ungkap Kemuning begitu lirih. Membuat pria asing itu menajamkan telinga. Kemuning berjalan mundur ketika jarak mereka yang semakin dekat.
"Siapa namamu?"
"Kemuning, Padma Kemuning. Panggil saja Padma." Kemuning berlalu tapi sebelum ia sampai di depan pintu. Langkahnya terhenti. "Jangan katakan kepada nenek kalau aku kemari. Kamu bisa menjaga rahasia bukan?!"
"Tentu... Namaku Elang Abimana. Panggil saja Elang." Kemuning sudah menutup pintu belakang. Bukannya ia tak mendengar nama lelaki itu hanya apa pentingnya tahu toh kalau lelaki itu sembuh. Ia juga akan pergi.
Dilihat dari manapun Elang benar-benar tampan. Kemuning takut bila terpesona. Untuk pertama kalinya setelah hampir 19 tahun ia melihat lelaki yang begitu sempurna, wajahnya tampan, hidungnya mancung dan badannya tegap kokoh berisi . Bagaimana ia bisa melihat pria tampan kalau hanya bergaul di Desa dan juga hutan. Kebanyakan laki-laki disini sudah dikirim ke kota saat berusia 15 tahun. Jadi jangan salahkan Kemuning kalau sampai tertarik.
Kemuning yang tengah berjalan menyusuri jalan hutan tiba-tiba merasakan bulu kuduknya berdiri seperti ada makhluk yang tengah mengawasinya.
Padma... padma... padma....
"Kau dengar itu Momo, ada yang berbisik memanggilku?"
"Iya, aku juga mendengar. Siapa yang memanggilmu Padma?"
Mereka waspada, seperti menangkap sinyal bahaya tapi apa ada mahluk mistis di dalam hutan yang akan mengganggunya. Ia merasakan Momo yang melompat turun dari pangkuan, mencakar seekor ular di atas ranting pohon.
"Momo!!"
"Hentikan kucing sialan mu itu atau aku akan melilitnya sampai mati." Kemuning sesungguhnya takut, tapi ia seorang Padma penjaga hutan. Seekor ular piton lurik kembang menghadang jalan mereka maka Kemuning akan melawan.
"Momo kemari!!" Perintahnya dan kucing hutan peliharaannya langsung berjaga di depan Kemuning. "Berani-beraninya kau menghadang jalan seorang Padma."
"Maaf Padma, aku hanya mengucapkan salam selamat datang padamu. Namaku Sina, ratu para ular di dalam hutan". Pelajaran pertama bagi seorang Padma. Mengenal sifat alami para hewan terutama hewan buas. Buaya memang bahaya tapi mereka tak akan menyakiti Padma, mereka pernah berhutang nyawa pada Padma terdahulu. Harimau lebih berbahaya tapi dia bukan hewan manipulatif. Harimau tak bisa bersikap manis dan cenderung dungu. Singa, si raja hutan. Dia memang buas tapi dia hewan yang bisa memegang ucapannya tak suka menipu atau bermain muslihat. Lain lagi dengan ular, Dia paling kecil di antara hewan berbahaya lainnya. Dia pengabdi penyihir jahat. Lidahnya yang bercabang dua menandakan perkataannya yang tak bisa dipercaya. Dia penipu dan juga sangat licik. Kemuning tentu tak akan percaya begitu saja yang Sina ucap.
"Sudahkan, kalau begitu minggirlah! Beri kami jalan."
“ Saya heran kenapa gadis kecil seperti kamu bisa jadi Padma berikutnya". Kemuning sadar Sina meremehkan kemampuannya wajar kan dia baru berusia 19 tahun dan tak tahu apa-apa tentang dunia luar.
"Lalu? Siapa yang lebih pantas? Lidahmu belum pernah aku bakar dengan mantra." Ancamnya untuk menakuti Sina padahal Kemuning saja tak hapal mantra api. Kemuning tak tahu kenapa ia begitu bodoh kalau disuruh menghapal mantra padahal mantra-mantra itu begitu penting untuk perlindungan diri.
"Mana berani saya dengan mantra para Padma. Saya hanya heran bukankah Padma Yatri masih punya dua puteri. Padma Kenanga dan juga Padma Kemala?" tanyanya sambil mendekati Kemuning perlahan-lahan. Ia hanya ingin menghirup aroma Padma dengan kemampuan khusus. Gadis terpilih, penyelamat Hutan Ganpati. Kembang padma kehidupan sekaligus tuan bagi orang kerdil, mangsanya. kulit Sina yang bersisik dan licin bergesekan dengan kulit pohon yang keras. Ular benar-benar binatang buas nan licik. Gerakannya tak terdengar tapi mematikan.
"Siapa mereka, nenek tak pernah bercerita." Sina berdesis, Kemuning tak akan pernah tahu mereka berdua karena tentu Yatri tak akan bercerita tentang dua orang putri pembangkangnya itu.
"saya dengar mereka sudah pergi cukup lama. Lebih tepatnya diusir." Telinga Kemuning menajam mendengar kata terusir. Apa kesalahan yang mereka buat begitu fatal sampai neneknya tega mengusir putrinya sendiri.
"Mereka berbuat apa sampai bisa di usir".
"Memakan buah terlarang, buah itu bisa membuat manusia jadi gila dan kehilangan kendali. Buah kesenangan duniawi." Sina berdesis di samping telinga Kemuning membuat gadis itu menjauhkan kepalanya dan membuat momo kembali menajamkan cakar. Taring ular memang kecil tapi sanggup membunuh manusia dengan sedikit racunnya.
"Buah terlarang, bagaimana bentuknya? Bagaimana rasanya? Apa buah itu ada di hutan ini?" tanyanya beruntun karena penasaran. Buah itu sepertinya berbahaya sekali. "Kalau aku melihatnya aku akan menghindar."
"Buah itu tak ada didalam Hutan Ganpati, buah itu rasanya manis sampai membuat orang lupa akan kesedihan tapi buah terlarang juga bisa membuat manusia merasakan kesedihan yang berkepanjangan." Kemuning semakin mengerutkan dahi, ia tak mengerti buah apa yang Sina maksud. Momo mulai menyalak galak walau Kemuning sedang waspada tingkat dewa tapi ia merasa penasaran dengan hal yang telah Sina ceritakan.
" Pergilah kau Sina Jangan ganggu Padma atau aku akan mencakarmu."
"Jangan Momo!!"
"Buah itu sebentar lagi juga akan Anda makan Padma."
"Bagaimana aku bisa makan buah terlarang kalau buahnya tak ada di hutan ini."
"Buah terlarang nama lain dari cinta! Dan sebentar lagi Anda juga akan merasakannya." Sepertinya sudah cukup Sina bercakap-cakap, Ia melilitkan tubuhnya pada akar pohon dan merayap dengan cepat. "Saat cinta itu datang bahkan Kekuatan penyembuhmu bisa jadi pemusnah."
Kemuning terpaku dengan ucapan Sina. Apakah cinta semengerikan itu membuat para anak neneknya melanggar aturan dan meninggalkan hutan. Kemuning tahu apa itu cinta, diam-diam ia punya buku novel yang didapatkannya dari salah satu tumpukan buku mantra sang nenek. Tapi merasakan cinta? Kemuning belum pernah atau bahkan tidak akan pernah.
"Apa yang kau pikirkan Padma, Jangan percaya ucapan Sina. Lidahnya saja bercabang. Lebih baik kita kembali ke rumah pohon sebelum nenekmu tahu kalau kamu kabur. Aku akan kembali pulang setelah mengantarmu,” ujar Momo menasehati karena melihat pemiliknya melamun selama perjalanan ke rumah pohon. Ular memang hewan pandai menipu dan bermain muslihat tapi entah kenapa Kemuning rasa Sina tak berbohong. Yang dikatakannya sebuah kebenaran.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁